Tuesday, December 25, 2012

SELAMAT HARI IBU


Hari Ibu tahun ini saya rasakan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebenarnya saya bukan seseorang yang ikut  ramai-ramai mengungkapkan kasih sayang pada ibu di bulan Desember  ini. Saya bukan pula yang merasa perlu merenungkan pengorbanan seorang ibu setiap setahun sekali dan menjadikan tanggal 22 Desember sebagai tanggal yang perlu di beri tanda.
Saya selalu mengangumi pengorbanan,perjuangan,serta kekuatan seorang ibu sejak saya harus memahami perjalanan hidup. Kekaguman itu lahir begitu saja mengikuti hari-hari saya tanpa perlu menunggu setahun sekali.

Dimulai sejak tadi pagi,ketika saya mengikuti  pengajian rutin di masjid dekat rumah , saya diingatkan lagi betapa hebatnya seorang ibu,betapa pentingnya peranan ibu bagi pendidikan anaknya. Acara di masjid itu diakhiri dengan tukar kado di antara ibu-ibu. Alhamdulillah walaupun saya lupa membawa kado ,saya malah mendapatkan sebuah buku sebagai kado dari teman di sana.

Namun bukan itu yang membuat saya tergelitik untuk menuangkan pikiran saya dalam sebuah tulisan.Sejak pulang dari masjid saya terus mendapat kiriman  tulisan Ibu Ainun Habibie tentang "Mengapa saya tidak bekerja". Tulisan itu terus di up load teman-teman saya baik melalui BB atau FB.
Saya senang membacanya,  terharu melihat betapa besarnya pengorbanan seorang ibu.

Tapi ada yang bergeliat di hati saya,ada kesedihan. Kesedihan yang saya dapat karena teringat teman-teman saya : Para Ibu Karier,ibu yang bekerja.

Ibu Ainun Habibie:
Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya seorang dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya berfikir: buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barang kali cukup banyak jika akhirnya di berikan pada perawat anak yang bergaji cukup tinggi dengan resiko kami kami kehilangan kedekatan anak sendiri. Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika  akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri,saya bentuk pribadinya sendiri?

Saya kagum dengan kekuatan ibu Ainun menepis ego  nya demi jalinan antara seorang ibu dan anak.Padahal beliau adalah seorang dokter,sebuah profesi yang terhormat .Tapi demi  anak beliau merelakan keinginannya untuk berkarier di bidang itu. Bukan hanya uang yang beliau tolak juga kemungkinan akan prestasi dan penghargaan masyarakat yang akan beliau capai. Sebagai seorang ibu,apa yang di lakukan Ibu Ainun sungguh luar biasa.

Tapi ternyata di saat ibu Ainun harus harus mengorbankan uang tambahan dan kepuasan batin dalam bekerja,seorang teman saya justru sebaliknya.

Dia bukanlah seorang dokter. Cita-citanya sederhana  menikah,punya anak serta membesarkannya. Namun Tuhan berkata lain.Dia menikah tapi suaminya tidak bekerja. Tidak terfikir olehnya untuk berkarir yang di inginkannya hanya menjadi seorang ibu. Jiwa keibuannya pulalah yang membuat dia menyingsingkan lengan baju,menata rambutnya,memakai sepatu dan pergi keluar bertarung dengan hidup agar anaknya mendapatkan kehidupan yang layak. Dia tidak berfikir tentang  kepuasan batin. Yang dia fikirkan adalah susu anaknya dan kelangsungan rumah tangganya.
Dari pagi hingga petang dia relakan timangannya berada di tangan orang,mungkin dalam benaknya terfikir  " Aku memang tidak berada di sana bersama mu Nak...Tapi hadirku di sini untuk mu"

Cerita teman saya yang lain  adalah wanita yang saya kenal sejak kecil sebagai seseorang yang sangat cerdas dan selalu terdepan. Dia lebih beruntung ,suami yang  dinikahinya punya penghasilan. Tapi ketika saya bertanya kenapa dia memilih untuk bekerja? Apakah karena ia ingin terus menikmati decak kagum orang lain atas prestasi yang diraihnya? Ternyata bukan. Dia memilih bekerja membantu suaminya agar dia bisa memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya tanpa halangan financial. Dia menyiapkan masa depan anaknya dengan mengorbankan kebersamaan.

Ini adalah potret pengorbanan lain dari seorang ibu,seorang perempuan. Dan ketika perempuan di hadapkan pada masalah kehidupan yang berbeda mereka selalu mempunyai kesamaan dalam skala prioritas. Anak akan selalu menjadi prioritas utama. Ibu Ainun dan teman saya sangat jauh berbeda tapi mereka melakukan hal yang sama. Melihat keadaan,menimbang,dan memutuskan sesuatu berdasarkan prioritas yang sama.

Memang sungguh tidak seimbang antara tambahan uang dan kepuasan profesional dibandingkan kedekatan dan kebersamaan antara ibu dan anak  yang didapat kala kita menjadi "full time mom",seperti yang di katakan ibu Ainun.
Tapi rasanya tidak adil bila hal ini di anggap berlaku dan menjadi penyebab keputusan setiap wanita yang  memilih menjadi Ibu Karier. Kebanyakan wanita yang bekerja bukan mengejar karier.lebih dari sekedar itu,mereka terpaksa berada di luar rumah untuk membantu suami menegakkan tiang rumah tangga,memastikan roda berputar tanpa kendala. Walaupun demi itu mereka harus memendam kerinduan setiap saat untuk menimang anaknya di rumah.  Bahkan kadang menahan air mata  demi profesinalisme  disaat hati menjerit ingin berada disisi anaknya yang sedang sakit.

 Saya melihat banyak perempuan hebat yang berkomitmen membantu membangun ekonomi keluarga tapi tetap memainkan peranan sebagai ibu. Mungkin mereka kehilangan banyak waktu kebersamaan secara fisik tapi tidak secara kwalitas.  Pernahkah anda melihat wanita pekerja yang setiap hampir 3 jam menelpon ke rumah membicarakan hal-hal kecil dengan anaknya? Memastikan makanannya,pekerjaan rumahnya,keperluan sekolahnya,bahkan waktu tidurnya?
Atau pernahkah terbayang seseorang yang setelah bekerja 8 jam sehari di bawah segala tekanan profesional pulang kerumah  duduk bersama anaknya membantu mereka mengerjakan PR mengusahakan agar anaknya menjadi yang terbaik.
Dia tidak mengeluh,bahkan menganggap itu adalah harga yang harus dibayar setelah meninggalkan buah hatinya seharian.

So...,dari cerita saya  manakah yang lebih baik? Ibu Karier atau Ibu Rumah tangga ?
Tidak perlu risau,kita tidak perlu menjadi wanita karier untuk membuktikan eksistensi kita. Perempuan berijazah tidak selalu harus pergi keluar rumah untuk  berkarya. Ibu adalah seorang manajer tanggung  jawabanya luar biasa.Perusahaannya bernama Rumah Tangga.
Nikmatilah kelebihan-kelebihan yang kita miliki tanpa perlu merasa berkecil hati.

Ibu Karir  bisa tetap menjadi seorang ibu yang baik tanpa kehilangan momen penting dalam kehidupan anak -anak. Jangan risaukan waktu yang berkurang,percayalah setiap tetes keringat lelahmu akan menjadi sebuah memory bagi buah hati.

Selama prioritas utama kita adalah anak,kita semua adalah ibu yang baik. Apakah itu Ibu Rumah Tangga atau pun Ibu Karier.
Akhirnya saya jadi terpancing untuk mengucapkan : Selamat Hari Ibu untuk semua teman-teman saya.Selamat menikmati setiap momen indah dalam perjalanan sebagai seorang ibu.

No comments:

Post a Comment